Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerita Bersambung | Bahtera di Laut Biru #5

Cerita Bersambung (Cerbung): Bahtera di Laut Biru Bagian ke 5

Belajar Bermain Gitar

Suatu ketika aku melihat orang-orang yang sedang berkumpul. Seperti biasa kumpulnya orang-orang di tempat itu pasti sedang menonton Marjun yang sedang memainkan gitar. Selain pandai bernyanyi, Marjun juga dikenal lucu. Ia juga akrab dengan anak-anak remaja. Sehingga kadang ia menjadi tumpuan bagi anak-anak remaja yang masih mencari jati dirinya. Terutama mereka yang putus sekolah, pengangguran, atau pun yang sedang mencari pekerjaan sudah dipastikan akan datang ke rumahnya untuk mencari hiburan, atau sekedar mendengar cerita ngalor ngidul-nya Marjun. 

Sejak datang pertama kali di rumah Marjun, aku pun mulai kepincut ingin ke sana terus. Pulang sekolah kalau tidak pergi sawah aku pasti datang ke sana untuk nimbrung bersama teman-teman yang lain. Entah mengapa aku merasa nyaman duduk-duduk di sana. Apalagi kalau Marjun mulai memainkan gitarnya, rasanya tidak ingin pulang. Begitu pula teman-teman yang lain rela duduk berjam-jam hanya sekedar berbincang-bincang dengan Marjun.

Berkat sering duduk-duduk di rumah Marjun, maka sejak saa itu pula aku mulai mengenal alat musik yang bernama gitar. Lambat laun aku pun bisa memainkan gitar gara-gara sering melihat Marjun memainkan gitar. Kuperhatikan gerakan-gerakan tangannya, arah dan posisi jari-jemarinya. Lalu sesekali aku menanyakan kunci apa namanya yang sedang dipakai. Ia pun menjawab “Kunci WC” katanya sambil tertanwa. Tetapi setelah itu ia memberitahu nama kunci yang sebenarnya. Dan ternyata namanya adalah kunci A minor.

Semenjak mengenal kunci A minor aku pun mulai mencoba memainkannya. Sambil dipandu menuntun jemari menekan dawai-dawai yang terbuat dari kawat itu. awalnya terasa sangat keras sekali hingga membuat jari-jariku sakit.

Entah mengapa aku sangat senang mendengar lantunan kunci A minor tersebut. seakan-akan nadanya sanggup mewakili persaanku saat itu. Sehingga aku semakin tertarik ingin mempelajarinya. Aku tak ingin pindah ke kunci yang lain sebelum benar-benar bisa menekan kunci A tersebut. Setelah bisa menekannya aku mulai menggeseknya. Kadang dawainya ada yang tidak mengeluarkan suara. Aku mencari cari akar masalahnya. Ternyatan penyebabnya adalah akibat tekanan jari yang kurang kuat. Aku pun berusah menekannya dengan lebih kuat, tapi tetap saja cepreng. 

Akhirnya aku pun berhenti. Aku pulang dengan tangan hampa. Aku belum bisa memainkan kunci A minor. Di rumah selalu membayangkan bagaimana ini saya harus menekan kunci A minor tersebut. Dan nadanya pun selalu terngiang-ngiang di telinga. Ketika tidur aku juga memikirkannya. Aku tidak sabar ingin memulai mamainkan gitar itu. Seandainya aku memiliki gitar? Tiba-tiba aku mulai menghayal.

Esok harinya aku pun datang ke rumah Marjunlagi. Seperti biasa dia selalu duduk di depan rumanya. Di atas dipan yang terbuat dari bambu ia menghembuskan asap dari mulutnya. Aku pun menyapanya. Dia sangat senang melihatku datang. Karena dia juga butuh teman.  Lalu ia pun mengambil gitarnya. Karena dia tau aku yang datang mungkin pikirannya aku mau belajar bergitar. Dia pun langsung menyerahkan gitar tersebut.  Aku sangat senang bisa memgang gitar kembali pada hari itu.

AKu langsung memainkan gitar dengan menekan kunci A minor. Kini yang aku rasakan berbeda denga yang kemarin. Terasa jemari ini sudah agak kuat menekan dawainya. Aku pun membunyikannya dengan menggesek bagian belakang pada daerah yang berlubang. Jreng....suara nya sudah agak nyaring. Aku semakin semangat. Dan semakin ketgihan ingin terus bermain gitar. Jreng, jreng, jreng....

Semenjak itu aku pun akhirnya terus belajar bermain gitar. Satu demi satu chort gitar kuhafal. Tidak terlalu lama aku menguasai kunci dasar bermain gitar yaitu A, B, C, D, E, F, dan G. Meskipun dengan kualitas gesekan yang masih kurang sempurna namun dengan enam buah kunci itu aku sudah bisa menyanyikan berbagai lagu.

Lagu pertama yang aku pelajari adalah “Gerimis Mengundang”. Kebetulan saat itu  sedang tenar-tenarnya lagu dari negeri jiran Malaysia. Dan yang paling populer ketika itu yakni lagu miliknya grup band Slam. Anak-anak muda sangat suka dengan lagu itu. Untuk mendengarnya aku selalu menanti acara musik pop di radio-radio. Karena ketika itu radio adalah satu-satunya media hiburan yang paling cepat diakses oleh masyarakat. Sehingga jika ada lagu-lagu baru kita selalu bisa menikmatinya melaui radio. Sedangkan televisi masih sangat jarang. Di kampungku saja masih ada satu dua orang yang punya televisi. Itu pun televisi hitam putih dengan tayangan dua channel yaitu TVRI dan TPI.

Aku selalu mendengarkan lantunan lagu miliknya Salam itu detiap hari.  Kemudian memperhatikan bagaimana Marjun memainkan gitar sambil melantunkana lagu tersebut. Aku perhatikan ternyata dia mulai dengan nada dasar CM (C Mayor). Selanjutnya kuperhatikan pula  gerakan-gerakan jemarinya agar aku bisa megikutinya.

Saking banyaknya teman yang ingin belajar begitar, akhirnya aku hanya memiliki kesempatan sedikit memegang gitar. Kadang tidak mendapatkan giliran sama sekali.   Sementara hasrat untuk bermain gitar semakin tinggi. Kebetulan yang belajar bergitar itu banyak yang dewasa. Sehingga terkdang aku malu untuk minta giliran pada mereka. Akhirnya aku selalu mengalah. Cukup hanya mendengarkan dan memperjhatikan bagaiman mereka memainkannya. Dari situ  pengalamanku semakin bertambah. Meskipun tidak mendapatkan giliran saat itu tetapi pikiranku berimajinasi seolah-olah tangan ini menekan-nekan setiap krip gitar. Sehingga saat teman-teman sudah bosa dan melepas gitanya aku sudah bisa dengan sendirinya memainkan kunci lagu “Gerimis Mengundang.” Aku pun terkadang mendapat sanjungan dari teman-teman bahwa aku cukup cepat memahami teknik permainan gitar. Termasuk mengenal kunci-kunci palang yang bagi mereka sangat sulit. Sejak itu rasa percaya diri ini semakin bertambah. Jika ada teman yang bermain gitar maka aku tidak terlalu malau lagi meminta giliran utnuk memainkannya. Bahkan teman-teman menyuruhku memainkannaya. Karena mereka tau permainan gitarku cukup unik dan bisa dibilang sangat begus.

Impianku bisa bemain gitar pelan-pelan sudah mulai terwujud. Aku juga sudah mampu mencari chort-chort lagu sendiri. Sedangkan teman-teman yang lain masih kesulitan mencari chort sebuah lagu. Apalagi lagu baru. Sedangkan aku cukup mendengarnya saja kemudian dengan mudah aku menemukan chortnya. Kata teman-teman kalau kita sudah bisa mencari chort lagu sendiri itu artinya kita sudah mahir.

Karena semakin penasaran dengan alat musik gitar akhirnya aku terus belajar dan belajar baik dari teman-teman yang sudah mahir, dari buku, dan dari orang-orang. Hingga akhirnya aku pun mampu menciptakan lagu sendiri, dan mengaransemen musik sendiri. Teman-teman pun senang melihatku yang mulai kreatif. Banyak juga yang menyukai lagu-lagu yang kubuat. 

Dari potongan kisah ini aku menarik sebuah kesimpulan bahwa dengan keterbatasan kita bisa meraih sebuah impian. Dan dengan keterbatasan pula terkadang kita lebih kuat dan semakin tahan banting dalam menghadapi berbagai rintangan.

BASINDON
BASINDON Blog pelajaran bahasa Indonesia SMP/MTs (materi, soal, dan perangkat pembelajaran), serta Pengetahuan Bahasa dan Sastra Indonesia (umum)

Post a Comment for "Cerita Bersambung | Bahtera di Laut Biru #5"