Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerita Bersambung | Bahtera di Laut Biru #8

Kini sudah satu tahun Kak Rona tinggal di desa tersbut. Semenjak keberadaanya di sana, ada sedikit perubahan yang terjadi. Diantaranya mulai banyak para remaja yang aktif ke masjid. Mereka mulai girang mengaji dan salat berjamaah. Sehingga Kakek dan Pertiwi sangat sayang sama Kak Rona. Masyarakat yang lain juga sangat senang dengan kehadirannya. Namun di hati Kak Rona sudah mulai ada bisikan-bisikan. Ia sudah mulai memikirkan tujuan utamanya. Ia harus segera mewujudkan cita-citanya. Semalam suntuk ia tidak bisa tidur untuk meimikrkan bagaiman caranya untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang pas untuk dirinya. Memang tinggal bersama kakek sangatlah mencukupkan resekinya. Kalau soal makan dan minum pastilah tidak terlalu dipikirkan bahkan uang saku pun sudah mulai ia terima dari masyarakat sebagai balas jasanya menghidupkan masjid. Namun uang itu tidak lah cukup untuk ukuran perantau seperti dia. Dia harus menyiapkan uang untuk pulang dalam jumlah yang besar. Selain itu, ia harus membantu orangtuanya di rumah yang  kesusahan. Dan tiba-tiba ia juga rindu dengan keadaan rumah. Bagamana keadaan ibu, dan adik-adiknya yang masih kecil. Sementara ayahnya sudah tiada. Siapa yang memberikan adik-adiknya uang jajan kalau ia tidak ada, pikirnya. Sehigga tak tak terasa air mata itu meneter di pipinya. Ia tak kuasa membendung kesedihannya.

“Dik, suatu saat aku akan pulang. Aku akan belikan kamu baju baru, sepatu baru. Kamu harus ekolah ya, Dik. Jangan seperti kakak yang terlunta-lunta begini. Kamu harus bisa menjadi orang sukses.”

“Ibu, maafkan aku, Bu. Sampai kini aku tak ada kabar. Suatu saat aku akan kabari ibu bahwa aku dalam keadaan sehat selalu. Ibu juga pasti sehat-sehat juga kan? Untuk saat ini aku belum tau tempat untuk mengirim kabar. Di sini jauh dari perkotaan. Akses menuju perkotaan sangat jauh sekali dan harus melintasi belantara.”

Tak terasa tengah malam pun tiba. Rasa mengantuk sudah mulai menjemput mata Kak Rona. Ia segera merebahkan tubuhnya yang lemas itu. Dan begitu punggungnya menyentuh alas tidur dunia pun terasa hilang.

Pagi-pagi setelah salat subuh Kak Rona segera mandi. Guyuran air dingin memeluk tubuhnya. Rasa sedih dan galau semalam segera sirna. Pagi itu juga ia mantap ingin menberitahukan kakek tentang rencananya untuk segera pergi mencari pekerjaan di kota. Yang semula ia agu-ragu tapi karena dorongan dari dalam hatinya sudah sangat kuat sehingga ia memberanikan dirinya. Selesai sarapan dengan kakek barulah Kak Rona memberutahukan ihwal kepergiannya.

“Begini Kek, saya punya rancana untuk meninggalakan kakek untuk sementara  waktu. Saya akan mencari pekerjaan dulu ke luar kota. Sebab ibu saya di rumah sudah sangat tua. Tidak ada yang membiayanya untuk berobat di kala sakit nanti. Sedangkan ayah saya sudah meninggal dunia. Dan  hanya sayalah tumpuan dan  harapan keluarga satu-satunya. “

Kakek terlihat terenyuh mendengarkan penuturan Kak Rona. Perasaannya sangat iba. Namun disamping itu ia sangat sayang sama Kak Rona. Ia tak ingin berpisah dengan Kak Rona. Ia ingin Kak Rona menetap di rumahnya sampai kapan pun ia mau. Tapi  lama-lama kakek juga menyadari keadaan Kak Rona sehingga ia menarik nafasnya dalam-dalam, sebelum akhirnya mengeluarkan kata-katanya. Karena ia juga tak ingin mebuat hati Kak Rona tertekan hanya karena keinginannya. Ia tak suka manahan seorang pemuda, lebih-lebih Kak Rona bukan cucunya sendiri. Anaknya pun tidak pernah dikekang hidupnya baik yang laki-laki maupun perempuan. Karena yang dia tahu mengekang itu tidak baik, sebab hanya akan menjadikan seseorang menjadi terpasung dan sulit berkembang.

BASINDON
BASINDON Blog pelajaran bahasa Indonesia SMP/MTs (materi, soal, dan perangkat pembelajaran), serta Pengetahuan Bahasa dan Sastra Indonesia (umum)

Post a Comment for "Cerita Bersambung | Bahtera di Laut Biru #8"