Puisi-Puisi Abduh Sempana (Kuburan Puisi, Peristiwa Pagi, Saat Hujan)
Kuburan Puisi
Mengenang kembali
tiga bait puisi
yang telah lama mati
dikerat sepi
di sini
di sebuah hati
Dua ekor burung hantu menunggu
di atas kuburan masal sajak-sajak rindu
korban pembantaian dilema, dan juga sabetan pedang cemburu
Eh,
Ada juga puisi yang terbunuh karena diksinya sendiri
Dasan Tumbu, 31 Oktober 2022
Peristiwa Pagi
Apalagi yang lebih gurih di pagi hari
Selain sepotong senyummu
saat menuangkan air panas ke dalam gelas lalu mengaduk kopi
Apalagi yang lebih sedap di waktu pagi,
Kecuali lihai tanganmu
yang mengayunkan spatula menggoreng nasi
Hidup ini terlalu sederhana kan, Dik,
sesederhana dapur dan piring-piring yang kau susun rapi,
lalu sendok dan garpu saling mengikat janji,
wajan dan kuali saling melengkapi
Mereka adalah kehidupan sejati
Hidup ini terlalu pendek kan, Dik,
sependek gelak tawa yang tiba-tiba memanggil bahagia,
Atau senyum tipis yang hadir menyelamatkan dahaga
Sesingkat itu, Dik.
Lalu sepi begitu saja.
Dasan Tumbu, 25 Oktober 2022
Saat Hujan
Ini lah hujan bulir rindu yang memercik kenangan
Ini lah gerimis rintik syahdu yang membasahi ingatan
Kita pernah menunggu musim cendawan
Tumbuh subur di tanah pekarangan
Kita juga mandi di pancuran
Dari hulu ke hilir berhanyut-hanyutan
Kita tertawa lepas saat mendung mulai bergelayutan
Kita berteriak saat petir bercipratan
Riuh angin menerbangkan dingin
Merontokkan daun-daun yang menggigil
Kita pun kedinginan
Di ujung jalan kita bergandengan tangan
Dasan Tumbu, 20 Oktober 2022
------------------------------------------------
Tentang penulis: Abduh Sempana, seorang pendidik, pegiat literasi (Ka-Lam), penulis antologi cerpen Lelaki di Ujung Sunyi, kumpulan puisi Jejak Tersapu Ombak, dan beberapa buku bersama penulis lain.
Post a Comment for "Puisi-Puisi Abduh Sempana (Kuburan Puisi, Peristiwa Pagi, Saat Hujan)"
"Berkomentarlah dengan santun dan bermartabat."