Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tolong Baca Buku Ini!

Sebuah Cerpen: Abduh Sempana

Sebuah lapak buku berdiri di pinggir jalan di sebuah pasar. Lapak buku tersebut adalah satu-satunya penjual buku yang ada di situ. Sudah tentu tidak ada saingan. Akan tetapi entah mengapa sangat jarang orang yang bersedia mendatangi lapak buku tersebut walau sekedar melihat-lihat judul buku, apalagi sampai membelinya. Tidak seperti lapak sebelah misalnya, orang-orang rela duduk berlama-lama untuk menonton dan mendengarkan musik *Cilokaq, walau tidak maksud membeli tapi pada akhirnya mereka tertarik juga untuk membawa pulang. 

Lalu dalam waktu yang sudah cukup lama sejak digelarnya lapak buku itu, barulah datang beberapa remaja yang terlihat tertarik dengan judul komik. Mereka tidak lantas membeli kecuali melihat-melihat judulnya saja sembari memainkan gawai di tangannya. Datang lagi remaja lain yang terlihat tertarik dengan teka-teki silang (TTS). Tetapi di antara mereka ada yang berbisik, “Ini kan sudah ada di ponselmu, kenapa harus beli.” Tetapi mereka tidak beranjak dari situ. Mereka betah di situ karena tak ada tempat lain untuk berteduh. Sengaja mereka memilah-milah buku agar terkesan seperti sedang mau beli.

Kemudian seorang anak terlihat menarik-tarik tangan ibunya untuk datang ke lapak buku itu dengan maksud membeli mainan. Mungkin ia mengira itu adalah lapak mainan. Setelah ke situ anaknya tertarik juga dengan buku yang bergambar kancil. Hingga beberapa waktu kemudian lapak buku tersebut sudah terlihat ada pengunjungnya meski hanya segelintir orang dengan berbagai macam alasan. Tak terkecuali seorang ibu setengah baya yang sejak tadi terlihat bingung juga terpaksa duduk di situ. Barangkali ia menyembunyikan kebingungannya di situ. Lalu matanya ikut melototi gambar-gambar pada sampul buku. Kemudian pandangannya tiba-tiba terhenti setelah melihat sebuah buku. “Tolong Baca Buku Ini”. Hatinya sedikit ngah. “Itu buku atau apa ya,” ia menjadi penasaran. Ia pun lebih merapat ke depan sambil berdesakan dengan orang-orang yang bergumul di situ. Di dalam hati ia berpikir bagaimana caranya mengambil buku itu. Kemudian ia mendapat celah. Di antara lengan-lengan orang yang banyak itu lengannya pun ikut masuk ke depan dan memegang tepat di buku yang dilihatnya tadi. Ia langsung menarik buku itu. Kebetulan si pedagang buku terlihat tidak menaruh curiga saat itu. Ibu muda yang ternyata sedang dililit hutang itu segera menyimpan buku yang direngkuhnya tadi ke dalam pinggangnya. Selepas itu ia pergi dan segera pulang. Orang-orang juga tidak mempedulikannya.

Di dalam perjalan pulang ia berpikir ‘Rupanya buku ini menyimpan rahasia untukku. Mungkin di dalamnya ada sesuatu petunjuk yang baik’. Kebetulan saat itu ia naik angkot yang penuh sesak. Karena kepanasan buku itu dimanfaatkan untuk berkipas. Kalau sudah bosan buku itu diletakkannya dipahanya. Tiba-tiba seorang ibu lain yang sejak tadi main gadged yang duduk di dekatnya melirik tepat pada buku yang diletakkan di paha. Sementara ibu yang mencuri buku itu sudah lupa dengan buku tadi. “Tolong Baca Buku Ini,” ibu yang melirik buku yang nempel di paha itu sesaat melupakan ponselnya karena tertarik pada buku itu. Kini giliran ia yang berusaha mendapatkan buku itu. Diperhatikannya orang yang meletakkan buku itu terlihat terkantuk-kantuk. Pada kesempatan itu tangannya cepat mengambil buku dan segera memasukkannya ke dalam tas. Penumpang yang lain tidak memperhatikan semua itu.

Kini buku itu sudah berada di tangan orang lain. Sesampai di rumah buku itu diletakkan di atas meja. Ia segera ke dapur untuk memasak belanjaannya di pasar tadi. Lalu seorang remaja putri datang yang kelihatannya baru pulang dari sekolah. Begitu masuk rumah ia melihat buku yang masih terbungkus pelastik tergeletak di atas meja. “Wah, buku siapa ini,” katanya. Begitu melihat judulnya tangannya langsung menyabet buku itu dan diam-diam memasukkannya ke dalam tas. Ia pun bernyanyi-nyanyi masuk ke dalam kamarnya.

Entah mengapa waktu terasa berjalan begitu cepat. Orang-orang juga sering lupa karena perjalanan waktu yang tidak bisa terhenti. Seakan waktu tidak membuat orang berpikir panjang. Orang-orang menyadari waktu ketika pergantian siang dan malam. Saat itu, baru mereka menutup ponselnya dan segera mengecasnya kembali. Atau bahkan tidak peduli sama sekali dengan pergantian siang dan malam itu, tapi mereka terus asyik dengan gawainya. Mereka benar-benar lupa.

Pagi pun tiba, gadis tadi pun baru sadar kalau ada buku di dalam tasnya saat sudah berada di sekolah. Ia tidak bisa membaca buku tersebut karena pelajaran sedang berlangsung. Begitu bell berbunyi lalu anak-anak berhamburan keluar. Gadis itu meninggalkan tasnya di dalam kelas. Tapi kini buku itu tidak berada di dalam tas karena sudah sempat dikeluarkannya tadi. Gadis itu pergi ke luar. Anak laki-laki yang duduk dibelakangnya rupanya diam-diam memperhatikannya sejak tadi. Begitu gadis itu tidak ada di situ lantas ia memeriksa lorong mejanya. “Tolong Baca Buku Ini” sekilas ia membaca judul buku tersebut dan langsung mengambilnya. Lalu diselipkan di pinggang. Ia pergi ke luar mengikuti teman-temannya yang lain. Tentu tidak ada yang tau kejadian itu dan tidak ada yang mengingatnya pula.

Anak yang sudah mengambil buku dari lorong meja tadi pergi ke lapangan untuk ikut nimbrung di permainan bola.  Permainan bebas yang tidak perlu ada yang mengatur dan tidak tentu berapa jumlah pemainnya itu membuat anak-anak senang. mereka bebas menendang ke mana pun arahnya. Mereka saling menunjukkan kepiawaian dalam berebutan bola. Karena keasyikan bermain bola akhirnya buku tadi pun jatuh terkapar di tengah lapangan yang berdebu itu. Buku yang malang itu terinjak-injak. Karena keasyikan dengan bermain bola tidak ada yang memperdulikan buku itu. Atau mungkin tidak ada yang melihatnya sejak tadi. Setelah lama terhempas debu barulah salah seorang dari mereka menyadarinya. Anak itu memungut buku itu dan memilih berhenti mencari tempat teduh. Diusap-usapnya sampul buku itu. Ia pun bisa membaca judulnya. Ia penasaran mau membaca buku tersebut. Namun salah seorang temannya memanggil, “Ayo Dit, kita main,” tanpa berpikir lama ia berlari dan meninggalkan buku itu di bawah pohon mahoni. Lalu anak yang lain kebetulan lewat melirik buku tersebut. Ia menengok ke kiri dan ke kanan sebelum akhirnya memungut buku tersebut dan cepat-cepat menyelipkannya di pinggang. 

Hari sudah siang. Waktu sekolah pun usai. Anak-anak berhamburan keluar dari pintu gerbang sekolah. Sementara siswa yang memungut buku tadi terlihat menaiki angkot. Ia pun tiba di rumah dan menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Lalu mencari gawai untuk segera melihat chat masuk. Keasyikan pun melumat waktunya. Ia sampai lupa makan. Seorang anak berusia sekitar tiga tahun memasuki kamarnya. Itu adalah adiknya. Anak kecil itu melihat sebuah buku di dekat kakaknya yang tidak juga menoleh. Lalu anak kecil itu mengambil buku itu dan membawanya keluar. Anak kecil itu bermain dengan buku itu. Ia membukanya sambil tertawa-tawa. Ia menarik-narik lembarannya. Lalu covernya tak luput dari tangannya yang mungil. Lantas cover buku itu terlepas dan terbang terbawa angin. Kini tinggal bagian dalamnya yang dimulai dari kata pengantar. Anak itu bangkit dari tempat mainnya dan menghampiri kakeknya dan terlihat membungkuk sambil membaca buku di pojok teras. Kakek itu tersenyum melihat cucunya datang. “Apa itu, Cu?” Bocah itu berjalan gontai dan terlihat semangat. “Butu, butu,” katanya. Maksudnya mungkin, “Buku, buku.” Karena keseringan ia melihat kakeknya membaca buku akhirnya ia memilih mendekati kakeknya lalu memberikan buku yang sudah lepas copernya itu ke Kakeknya. 

“Wah, cucu yang baik. Di mana cucu mendapatkan buku ini?” Bocah itu terlihat menggeleng saja. Namun tangannya terlihat menunjuk ke arah dalam. Wajah sang kakek mengikuti arah telunjuk itu.

“O, bukunya kakak, ya.” Bocah kecil itu pun mengangguk.

Sang kakek melepaskan buku yang dibacanya tadi dan mencoba membuka buku yang baru diberikan oleh cucunya. Terlihat dahi kakek berkerut. Ia mendekatkan wajahnya ke arah buku itu. Ia tekun membaca hingga waktu asar tiba.

Si Kakek memang hobi membaca buku. Buku-buku anak TK pun ia baca. Buku apa saja ia baca. Koran dan majalah bekas juga ia baca. Sang kakek juga punya banyak koleksi buku-buku tentang agama. Di waktu-waktu senggang ia membaca buku-buku itu

Buku tanpa cover itu sudah habis dibaca oleh kakek setelah dua hari. kemudian ia bermaksud mengembalikan buku itu. Kemudian tiba-tiba ada seorang ibu yang datang. Seperti biasa ibu itu datang ngerumpi sambil curhat. Katanya ia sangat susah. Hutangnya juga menumpuk di mana-mana. Sehingga ia berusaha menghibur diri dengan keliling-keliling. Siapa tau ada yang mengajaknya bekerja. Mendengar curhatan itu sang kakek menghampirinya dan menyodorkan sesuatu sambil mengatakan, “Tolong Baca Buku Ini.” Ibu itu terlihat melongo. “Barang kali bisa menjadi hiburan,” lanjut kakek.

“Aku tak biasa membaca buku. Pak De aja lah yang membaca.” Sahut ibu itu. “Buku apa sih itu. Gak ada judulnya. Pasti gambarnya juga nggak ada.” Katanya lagi.

Si kakek terlihat menggaruk-garuk kepalanya. ‘Hari gini kok nggak suka baca!’ kata si kakek menggerutu. ‘Seandainya buku ini bisa bicara, mungkin ia akan menyuruh dirinya untuk dibaca, tapi sayang ia hanya seonggok kertas.’ Lagi-lagi kakek berbicara sendiri sambil menghabiskan puntung rokoknya yang terbuat dari kulit jagung. Sementera si ibu terlihat linglung seperti sedang memikirkan sesuatu. “Sebetulnya aku ingin mengembalikan buku yang kucuri itu, tetapi entah di mana dia.” Lalu tiba-tiba ia terperanjat dan menoleh ke arah kakek.


Tumbuh Mulia, Desember 2019

Keterangan: 

*Cilokaq merupakan Lagu khas Lombok 

---------------------------------------------

Sumber: Buku kumpulan cerpen "Lelaki di Ujung Sunyi", ilustrasi: canva

BASINDON
BASINDON Blog pelajaran bahasa Indonesia SMP/MTs (materi, soal, dan perangkat pembelajaran), serta Pengetahuan Bahasa dan Sastra Indonesia (umum)

Post a Comment for " Tolong Baca Buku Ini!"