Membaca Cerpennya Okky Madasari, Endingnya Ngeri-Ngeri Sedap
Sahabat Basindon, pada rubrik Bincang-Bincang Buku kali ini kita akan membicarakan kisah dari sebuah cerita pendek yang ditulis oleh seorang pengarang Indonesia pemenang Kusala Sastra Khatulistiwa tahun 2012, dari novel ketiganya Maryam. Pengarang yang saya maksud bernama Okky Puspa Madasari, atau biasa dikenal dengan Okky Madasri.
Saya mengenal pengarang yang satu ini sejak sering meminjam buku pada tahun-tahun lalu, yaitu ketika saya sering ke perpustakaan daerah. Saat itu saya sangat menyenangi cerita pendek. Setiap buku yang bertuliskan kumpulan cerpen di bagian sampulnya, selalu saya ambil buat dipinjam. Entah berapa kumpulan cerpen yang saya baca. Termasuk salah satu kumpulan cerpen berjudul Pasung Jiwa yang ditulis oleh Okky Madasari. Tapi sekarang saya sudah lupa dengan kisah-kisah di dalam kumpulan cerpen itu. Mungkin akibat saya tidak langsung mencatat atau mengulas isinya.
Nah pada kesempatan lain saya tertarik lagi membaca tulisannya Okky Madasari yang terdapat dalam sebuah buku antologi karangan banyak penulis yaitu berjudul Cerita Cinta Indonesia (45 cerpen terpilih). Cukup tebal memang, ada 385 halaman. Dan kalau dilihat dari judulnya sudah pasti isi sebagian besar cerpen di dalamnya berkaitan dengan cinta.
Jadi saya pun membolak-balik buku tersebut dan ketemu dengan salah satu judul di dalamnya, Bahagia Bersyarat. Jujur sebetulnya saya tidak tertarik sama judulnya. Akan tetapi saya melihat nama yang tertera di bawahnya, Okky Madasari, yang membuat saya teringat langsung dengan Pasung Jiwa yang pernah saya baca waktu lalu. Memang, pengaruh nama pengarang cukup kuat di memori pembaca ketika dihadapkan pada pilihan bacaan berikutnya. Artinya pembaca akan lebih cenderung membaca buku yang pengarangnya sudah dikenalnya dari kegiatan membaca sebelumnya.
Oke, kita lanjut mengulas cerpen Bahagia Bersyarat yang ditulis oleh Okky Madasari yang saya maksudkan tadi. Jadi cerpen ini seperti yang saya katakan bahwa masih terkait dengan tema cinta atau percintaan. Kisah di dalam cerpen ini dimulai dengan permasalahan yang dialami oleh seorang tokoh aku yang merupakan seorang perempuan. Dia mendengar sebuah kata-kata dari suaminya yang membuat hatinya menjadi hancur lebur. Yaitu keinginan sang suami yang ingin menikah lagi. Ini tentu akan menjadi sebuah bencana besar bagi sebuah keluarga. Setelah pembuka dengan gambaran konflikasi tadi, lalu rentetan ceritanya ditarik ke belakang (flashback). Bagaimana kondisi awal ketika dia mulai berkenalan dengan suaminya itu. Diceritakan bahwa perkanalannya sebetulnya biasa-biasa saja. Berawal dari saat ia masih kuliah. Lalu ada cowok yang sedang mengurus berkas-berkas untuk dipakai melamar pekerjaan. Kebetulan cowok tersebut baru saja lulus dari dari kampus itu juga. Dari situlah perkenalan mereka. Setelah berkenalan sang cowok lalu minta datang ke rumahnya. Sebagaimana yang umumnya terjadi, sang cowok lantas berkenalan dengan keluarganya. Baginya semua itu berjalan begitu saja dan tidak ada yang spesial. Tapi lama-lama dia merasa harus serius tatkala si cowok sudah mulai bekerja. Artinya, sang cowok sudah rada-rada mapan. Diceritakan gaji pertamanya saja 2.5 juta. Mungkin untuk seorang lajang itu sudah lumayan. Lantas semenjak itu pula si perempuan semakin optimis untuk bisa sampai ke pelaminan. Si perempuan juga sudah mulai percaya diri. Lantas dia sudah tidak ingin cari-cari yang lain. Setelah menikah baginya lelaki bagaimana lagi yang harus dipikirkan. Kalau sudah ada laki-laki mapan yang bisa menghidupi keluarganya kelak baginya itu sudah layak dipertahankan dan dijadikan pendamping hidup.
Semenjak ia menemukan kabahagian kecil itu ia pun menyelesaikan studinya dengan asal-asalan saja. Artinya dia tidak terlalu fokus untuk belajar. Jika ia jadi sarjana sudah cukup. Hingga ia pun lulus dari perguruan tinggi dengan predikat standar saja. Kemudian setelah lulus langsung menikah. Baginya kebahagiaan sejatinya tunai sudah. Apa yang dibayangkan kebahagiaan oran lain itu kini ia dapatkan. Ia pun berhak memamerkan fotonya saat di pelaminan layaknya orang lain.
Lalu usai menikah ia pun pindah ke Kalimantan untuk menemani suaminya yang bekerja di sana. Ia tinggal di Berau sebuah daerah pedalaman di Katim.
Hmm... Ini ni yang membuat saya jadi tambah semangat membaca cerita ini. Settingnya ternyata di Berau gaess. Sebuah kabupaten di Kaltim yang pernah saya singgahi dulu. Daerah ini sangat spesial bagi saya. Banyak kenangan di sana. Jadi untuk menggambarkan kondisi wilayah ini saya sudah hafal betul. Begitu disebut Berau saya langsung membayang apa-apa yang ada di sana. Kondisi hutannya, kampungnya, juga pasarnya. Jadi jleb banget!
Lanjut ke cerita tadi. Jadi singkat saja. Selama tinggal di sana tentu jauh berbeda bila dibandingkan ketika ia berada di Jakarta. Segala sesuatunya masih terbatas. Lebih-lebih mereka tinggal di tengah hutan. Jadi setiap hari si isteri harus tinggal sendiri di rumah. Sementara sang suami pergi ke tempat kerja. Bertahun-tahun mereka menjalin hubungan tapi belum dikarunia seorang anak. Namun begitu dikaruniai seorang anak, mereka malah mendapatkan anak yang tidak normal. Jadi awal komplilkasinya di sini. Mereka merasa tidak begitu bahagia dengan kehadiran si anak. 10 tahun mereka merawatnya tetapi tidak dikaruniai anak yang kedua.
Cerita pun digiring kembali ke awal. Di sinilah adegan sang suami meminta kawin lagi. Alasannya meminta kawin katanya ia ingin mendapatkan anak yang normal. Tetapi sang istri sangat kecewa mendengar hal itu
Lalu pada suatu malam, usai menonton TV, si suami mendengkur. Pisau pemotong buah yang digenggam oleh si isteri digunakannya untuk mengakhiri sang suami. Kalau saya tidak bahagia dia juga tidak boleh bahagia, katanya.
------------------------------------------------
Penulis: Abduh Sempana, seorang pendidik, pegiat literasi (Ka-Lam), penulis antologi cerpen Lelaki di Ujung Sunyi, kumpulan puisi Jejak Tersapu Ombak, dan beberapa buku bersama penulis lain.
Post a Comment for " Membaca Cerpennya Okky Madasari, Endingnya Ngeri-Ngeri Sedap"
"Berkomentarlah dengan santun dan bermartabat."