Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menulis Pengalaman Pribadi Saat Libur, Efektif Melatih Kemampuan Menulis Siswa

Hari itu sangat cerah. Secerah wajah tunas-tunas bangsa yang berangkat ke sekolah. Mereka bergegas ingin segera tiba di sekolah. Setelah libur dua minggu, rasa bahagia, rasa kangen, bercampur jadi satu. Dengan semangat menggebu-gebu mereka membuka pintu dan jendela sekolah.

Setelah melakukan bersih-bersih, tibalah saatnya masuk ke dalam kelas.

cara melatih siswa menulis

“Selamat pagi anak-anak” saya membuka pelajaran.

“Selamat pagi juga pak guru...” Jawab mereka serentak

“Bagaimanam kabar kalian semua sekarang?”

“Alhamdulillah baik Pak Guru.”

“Terus bagaimana kabar liburannya kemarin?”

“Seruuuu Pak Guru...” Kata mereka sebagian

“Mengecewakan Pak Guru....” Kata yang sebagian.

“Boring Pak Guru..” Kata yang lainnya juga.

Intinya bermacam-macam ungkapan para peserta didik hari itu.

 “Nah, anak-anak hari ini kita akan menulis tentang keseruan-keseruan pada saat libur, atau cerita apa saja yang menurut kalian penting untuk diceritakan ketika sedang libur.”

Anak-anak terlihat senyam-senyum. “Asyiikk,” bahkan ada yang berkomenter begitu. Dan ada pula yang sepertinya kurang setuju. Tetapi yang setuju jauh lebih mendominasi. Karena sebagian besar siswa sangat antusias untuk menulis cerita mereka masing-masing. Dan akhirnya semuanya bisa menulis.

Beberap saat kemudian siswa terlihat sudah ada yang selesai menulis karena memang cerita yang mereka buat sangat sedikit. Tetapi tidak dengan yang lainnya karena kelihatannya sedang hangut ke dalam tulisan yang ditulisnya. Saya pun membiarkan mereka sambil membaca-baca tulisan siswa yang sudah selesai. 

Memang, selama libur saya tidak pernah memberikan peserta didik tugas-tugas. Bagi saya kalau musim libur, biarlah anak-anak menikmati liburannya. Yaitu liburan yang tanpa harus memikul tugas-tugas sekolah.

Namun begitu masuk sekolah saya akan mengajak peserta didik untuk menulis kisah pengalaman selama liburan. Ini sangat menantang bagi mereka. Mereka tidak sabar ingin segera menulis. Tentu ini sangat efektif untuk melatih kemampuan menulis peserta didik

Pada hari pertama masuk sekolah, biasanya energi positif akan terkumpul cukup besar. Rasa rindu akan sekolah, rindu kepada teman-teman mereka, juga rindu dengan pembelajaran di dalam kelas. Sehingga kesempatan itu saya manfaatkan untuk kegiatan menulis. Mereka saya bebaskan menulis tentang pengalaman apa saja yang menurut mereka menarik untuk diungkapkan melalui media tulisan.

Ada yang menceritakan tentang kisah ketika ikut kemah. Ada yang menceritakan ketika sedang jadi tim penolong. Ada pula yang berkisah tentang ketika ibunya keguguruan. Saya senyam-senyum sendiri membaca tulisan mereka. Saya tidak bisa membaca tulisan mereka keras-keras karena mereka sudah berpesan agar saya tidak usah membacanya dengan bersuara. 

Setelah peserta didik selesai menulis, giliran saya yang bercerita. Kebetulan pertemuan pertama itu tema pelajarannya adalah cerita inspiratif.

Saya mulai dari kisah seorang anak yang hidup di zaman perang dunia kedua yaitu Anne Prank. Seorang bocah berusia 14 tahun yang gemar menulis buku harian saat terjadinya pergolakan perang. Anne Prank dan keluarganya saat itu tinggal di sebuah gedung yang sempit. Dia tidak bisa keluar rumah karena takut akan serangan tentara Nazi. Sehingga berhari-hari berbulan-bulan hingga bertahun ia ada dalam gedung tersebut dalam kondisi yang sangat memperihatinkan. Persitiwa itu terjadi sekitar tahun 1942 – 1944. Pada kurun waktu itu juga Anne Prank menulis buku hariannya. Kemudian di tahun 1944 Anne Prank Jatuh sakit kemudian meninggal dunia. Setelah Anne Meninggal dunia ayahnya menemukan buku harian Anne Prank kemudian menerbitkannya. Buku yang diterbitkan dengan judul “The Diary of Anne Prank” tersebut menjadi best seller di Eropa dan Amerika di saat itu dan sampai juga hingga ke Asia. Kemudian buku fenomenal tersebut ditranslater ke lebih dari 50 bahasa di dunia.

Anak-anak sangat antusia mendengar cerita tersebut. Mereka bahkan tidak ada yang berbicara. Saya pun semakin bersemangat untuk menceritakannya. Usai menceritakannya saya pun menyuruh anak-anak untuk menyimpulkan pesan moralnya. Anak-anak dengan cepat menyimpulkannya.

Selanjutnya, karena saya pikir ini adalah hari pertama maka tidak ada salahnya saya ajak anak-anak untuk mendengarkan cerita-cerita aja dulu. Karena mungkin kalau terlalu memaksa untuk memasuki materi juga nanti mereka akan cepat bosan. Yang penting apa yang saya ceritakan berkaitan dengan materi hari itu. Akhirnya saya pun kembali menarik benang merah yang lebih tegas tentang pelajaran hari itu dengan sebuah cerita inspirasi yang lain. 

Kisah inspirasi kali memang sudah saya siapkan semalaman. Saya berusaha menamatkan sebuah buku agar bisa disampaikan dengan baik. Dan alhamdulillah hari itu saya tidak mengalami kendala ketika menyampaikan cerita tersebut. Dan anak-anak sangat senang mendengarkan cerita tentang Suhudi Ismail, seorang anak pelosok yang bodoh dan terelakang tetapi bisa menjadi seorang milyarder ketika berusia 23 tahun. 

Cerita tersebut belum selesai ketika bell keluar main berbunyi. Akan tetapi anak-anak masih sangat penasaran dan menyuruh saya melanjunkannya sampai selesai. Saya pun mempersingkat cerita kemudian menutupnya dengan sebuah ending yang mengejutkan. “Suhudi Ismail bisa menghasilkan milyaran ketika berusia 23 tahun.” Anak-anak tercengang. Dan mereka terlihat puas.

***

Anda juga bisa sharing pengalaman mengajar Anda di Pena Basindon.

BASINDON
BASINDON Blog pelajaran bahasa Indonesia SMP/MTs (materi, soal, dan perangkat pembelajaran), serta Pengetahuan Bahasa dan Sastra Indonesia (umum)

Post a Comment for "Menulis Pengalaman Pribadi Saat Libur, Efektif Melatih Kemampuan Menulis Siswa"