Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Elemen-Elemen Seni Teater

Elemen-Elemen Seni Teater

Elemen-Elemen Seni Teater yaitu:
1. penyutraadaraan,
2. pemeran
3. penata artistik, dan
4. penonton.

Berikut ini penjelasan lengkap tentang elemen-elemen seni teater di atas.

1. Penyutradaraan
Sutradara mempunyai tugas mengkoordinasikan segala anasir pementasan, sejak latihan dimulai sampai dengan pementasan selesai. Sutradara mempunyai tugas sentral yang berat dalam sebuah pementasan, Sutradara bertanggung jawab atas proses transformasi naskah lakon ke bentuk pemanggungan tidak hanya akting para pemain yang diurusnya, tetapi juga kebutuhan yang berhubungan dengan artistik dan teknis.

# Sejarah Timbulnya Sutradara
Dalam drama tradisional, kurang lebih dua abad yang lalu, belum ada sutradara.Dalam drama tradisional di Indonesia, masing-masing aktor bermain improvisasi.Yang ada hanyalah manajer dan produser. Dalam perkembangan kedudukan sutradara, beberapa kejadian penting dapat dicatat, yaitu sebagai berikut.

1). Pada saat Saxe Meiningen mendirikan rombongan teater di Berlin, pada tahun 1874-1890..Saat itu dipentaskan 2591 drama di wilayah Jerman.Kemudian mengadakan tour ke seluruh Eropa. Dengan peristiwa itu, dirasa kebutuhan akan adanya sutradara yang mengkoordinasikan pementasan-pementasan.

2). Gurdon Craig (1872), putra Ellen Terry mempelopori penyutradaraan sehingga namanya sangat terkenal. Sampai kini, nam Craig dipuja sebagai sutradara genius.Dia dinyatakan sebagai sutradara yang memaksakan gagasannya kepada aktor/aktris.Melalui dirinya diperkenalkan seniman teater baru yang disebut sutradara.

3). Constantin Stanilavsky (1863-1938) merupakan sutradara Rusia yang terbesar.Ia mendirikan “Moscow Art Theater”. Dengan penyutradaraannya, dihilangkan sistem bintang, dan ia merupakan pelopor penyutradaraan yang mementingkan sukma.

#Tugas Sutradara
Menurut Fran K. Whitting ada tiga macam tugas utama dari seorang sutradara, yaitu: merencanakan produksi pementasan, memimpin latihan aktor, dan aktris, dan mengorganisasi produksi.

Sutradara merupakan pimpinan utama kerja kolektif sebuah teater.Baik buruknya pementasan teater sangat ditentukan oleh kerja sutradara, meskipun unsur–unsurlainnya juga berperan tetapi masih berada di bawah kewenangan sutradara.

Sebagai pimpinan, sutradara selain bertanggung jawab terhadap kelangsungan proses terciptanya pementasan juga harus bertanggung jawab terhadap masyarakat atau penonton. Meskipun dalam tugasnya seorang sutradara dibantu oleh stafnya dalam menyelesaikan tugas– tugasnya tetapi sutradara tetap merupakan penanggung jawab utama. Untuk itu sutradara dituntut mempunyai pengetahuan yang luas agar mampu mengarahkan pemain untuk mencapai kreativitas maksimal dan dapat mengatasi kendala teknis yang timbul dalam proses penciptaan.

Sebagai seorang pemimpin, sutradara harus mempunyai pedoman yang pasti sehingga bisa mengatasi kesulitan yang timbul. Menurut Harymawan (1993) Ada beberapa tipe sutradara dalam menjalankan penyutradaraanya, yaitu:

Sutradara konseptor. Ia menentukan pokok penafsiran dan menyarankan konsep penafsiranya kepada pemain. Pemain dibiarkan mengembangkan konsep itu secara kreatif. Tetapi juga terikat kepada pokok penafsiran tsb.

Sutradara diktator. Ia mengharapkan pemain dicetak seperti dirinya sendiri, tidak ada konsep penafsiran dua arah ia mendambakan seni sebagai dirinya, sementara pemain dibentuk menjadi robot-robot yang tetap buta tuli.

Sutradara koordinator. Ia menempatkan diri sebagai pengarah atau polisi lalulintas yang mengkoordinasikan pemain dengan konsep pokok penafsirannya.
Sutradara paternalis. Ia bertindak sebagai guru atau suhu yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh batin para anggotanya.Teater disamakan dengan padepokan, sehingga pemain adalah cantrik yang harus setia kepada sutradara.

2. Pemeran
Untuk mentransformasikan naskah di atas panggung dibutuhkan pemain yang mampu menghidupkan tokoh dalam naskah lakon menjadi sosok yang nyata.Pemain adalah alat untuk memeragakan tokoh.Tetapi bukan sekedar alat yang harus tunduk kepada naskah.Pemain mempunyai wewenang membuat refleksi dari naskah melalui dirinya.Agar bisa merefleksikan tokoh menjadi sesuatu yang hidup, pemain dituntut menguasai aspek-aspek pemeranan yang dilatihkan secara khusus, yaitu jasmani (tubuh/fisik), rohani (jiwa/emosi), dan intelektual. Memindahkan naskah lakon ke dalam panggung melalui media pemain tidak sesederhana mengucapkan kata - kata yang ada dalam naskah lakon atau sekedar memperagakan keinginan penulis melainkan proses pemindahan mempunyai karekterisasi tersendiri, yaitu harus menghidupkan bahasa kata (tulis) menjadi bahasa pentas (lisan).

3. Penata Artistik
Tata artistik merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari teater. Pertunjukan teater menjadi tidak utuh tanpa adanya tata artistic yang mendukungnya. Unsur artistik disini meliputi tata panggung, tata busana, tata cahaya, tata rias, tata suara, tata musik yang dapat membantu pementasan menjadi sempurna sebagai pertunjukan. Unsur-unsur artistik menjadi lebih berarti apabila sutradara dan penata artistic mampu memberi makna kepada bagian-bagian tersebut sehingga unsur-unsur tersebut tidak hanya sebagai bagian yang menempel atau mendukung, tetapi lebih dari itu merupakan kesatuan yang utuh dari sebuah pementasan.

Tata panggung adalah pengaturan pemandangan di panggung selama pementasan berlangsung. Tujuannya tidak sekedar supaya permainan bisa dilihat penonton tetapi juga menghidupkan pemeranan dan suasana panggung.

Tata cahaya atau lampu adalah pengaturan pencahayaan di daerah sekitar panggung yang fungsinya untuk menghidupkan permainan dan dan suasana lakon yang dibawakan, sehingga menimbulkan suasana istimewa.

Tata musik adalah pengaturan musik yang mengiringi pementasan teater yang berguna untuk memberi penekanan pada suasana permainan dan mengiringi pergantian babak dan adegan.
Tata suara adalah pengaturan keluaran suara yang dihasilkan dari berbagai macam sumber bunyi seperti; suara aktor, efek suasana, dan musik. Tata suara diperlukan untuk menghasilkan harmoni.
Tata rias dan tata busana adalah pengaturan rias dan busana yang dikenakan pemain. Gunanya untuk menonjolkan watak peran yang dimainkan, dan bentuk fisik pemain bisa terlihat jelas penonton.

4. Penonton
Tujuan terakhir suatu pementasan lakon adalah penonton. Respon penonton atas lakon akan menjadi suatu respons melingkar, antara penonton dengan pementasan. Banyak sutradara yang kurang memperhatikan penonton dan menganggapnya sebagai kelompok konsumsi yang bisa menerima begitu saja apa yang disuguhkan sehingga jika terjadi suatu kegagalan dalam pementasan penonton dianggap sebagai penyebabnya karena mereka tidak mengerti atau kurang terdidik untuk memahami sebuah pementasan.

Kelompok penonton pada sebuah pementasan adalah suatu komposisi organisme kemanusiaan yang peka. Mereka pergi menonton karena ingin memperoleh kepuasan, kebutuhan, dan  cita-cita. Alasan lainnya untuk tertawa, untuk menangis, dan untuk digetarkan hatinya, karena terharu akibat dari hasrat ingin menonton. Penonton meninggalkan rumah, antri karcis dan membayar biaya masuk dan lain-lain karena teater adalah dunia ilusi dan imajinasi. Membebaskan pola rutin kehidupan selama waktu dibuka hingga ditutupnya tirai untuk memuaskan hasrat jiwa khayalannya.

Eksistensi teater tidak mengenal batas kedudukan manusia. Secara ilmiah, manusia memiliki kekuatan menguasai sikap dan tindakannya. Tindakannya pergi ke teater disebabkan oleh keinginan dan kebutuhan berhubungan dengan sesama. Sehingga menempuh jalan sebagai berikut :

Bertemu dengan orang lain yang menonton teater. Teater merupakan suatu lembaga sosial.
Memproyeksikan diri dengan peranan-peranan yang melakonkan hidup dan kehidupan di atas pentas secara khayali. Teater adalah salah satu cara proses interaksi sosial

Dalam memandang suatu karya seni penonton hendaklah mampu memelihara adanya suatu objektivitas artistik. Ini bisa tercapai dengan menentukan jarak estetik (aestetic distance) sehubungan dengan karya seni yang dihayatinya. Pemisahan yang dimaksud, antara penonton dan yang ditonton, pada seni teater diusahakan dengan jalan:
- Menciptakan penataan yang tepat atas auditorium dan pentas.
- Adanya batas artistik proscenium sebagai bingkai gambar.
- Pentas yang terang dan auditorium yang gelap.

Semua itu akan membantu kedudukan penonton sehingga memungkinkan untuk melakukan perenungan.

Penulis: Indar Sabri, S.Sn, M.Pd
BASINDON
BASINDON Blog pelajaran bahasa Indonesia SMP/MTs (materi, soal, dan perangkat pembelajaran), serta Pengetahuan Bahasa dan Sastra Indonesia (umum)

Post a Comment for "Elemen-Elemen Seni Teater"