Unsur-Unsur Pembentuk Puisi
Puisi merupakan salah satu genre sastra yang banyak digemari. Lebih-lebih setelah lahirnya media online. Banyak sekali puisi-puisi yang bertebaran di dunia maya. baik lewat media sosial facebook, twitter, maupun blogger, dan sebagainya.
Di media online, orang seperti berlomba-lomba menunjukkan taringnya dengan menulis. Ada yang menulis puisi, cerpen, cerbung, dsb. Ini merupakan salah satu sisi positif internet, orang bisa bebas berkreasi.
Pada gilirannya, sastra yang merajalela di dunia maya tadi, kini disebut sebagai cybersastra atau sastra cyber, yaitu sastra turunan yang berevolusi melalui jejaring internet.
Tentu tidak semua orang bisa membuat puisi. Karena sejatinya puisi memiliki syarat-syarat khusus. Meskipun banyak di antara mereka yang pandai merangkai kata dalam bentuk kalimat-kalimat kenes, maka itu belum tentu termasuk puisi, yang walaupun sudah masuk pula ciri-ciri puisinya.
Pengertian Puisi
Puisi adalah karangan yang terikat oleh (1) banyaknya baris dalam tiap barit (kuplet, stupa, suku karangan); (1) banyak kata dalam tiap baris: (3) banyak suku kata dalam tip baris; (4) rima; dan (5) irama. (Wirjosoedarmo dalam Pradopo, 2012: 5).
Pada perkembangannya pengertian tersebut sudah tidak sesuai dengan wujud puisi zaman sekarang. Sehingga muncullah berbagai pengertian tentang puisi dalam versi baru. Seperti misalnya Sahnom Ahmad mengumpulkan definisi-definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris. Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.Wordwort mempuny gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Lalu Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur baur, sedangkan Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkrit dan artistik dalam bahasa emosional dan berirama. (dalam Pradopo, 2012: 6).
Unsur-Unsur Pembentuk Puisi
Pusi dibentuk oleh dua unsur yaitu unsuk fisik dan unsur batin.
A. Unsur fisik Puisi
Unsur fisik puisi terdiri atas:
1. Diksi
Prof. Gory Keraf menyebut diksi sebagai pilihan kata. lalu beliau membuat tiga kesimpulan tentang diksi. Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengetian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan di suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkah oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. (Keraf, 2010: 24)
2. Pengimajian
Citra atau Imaji (image) adalah gambaran angan-angan, gambaran pikiran, kesan mental atau bayangan visual dan bahasa yang menggambarkannya. Sedangkan citraan (imagery) adalah cara membentuk kesan mental atau gambaran sesuatu. Sehingga pencitraan atau pengimajian adalah hal-hal yang berkaitan dengan citra ataupun citraan. (Jabrohim, 2003: 36)
Situr Situmorang membedakan citraan atau pengimajian menjadi:
a. Citraan visual (pengelihatan);
b. Citraan auditif (pendengaran);
c. Citraan artikulatori (pengucapan)
d. Citraan olfaktori (penciuman);
e. Citraan gustatori (kecapan);
f. Citraan taktual (perabaan/perasaan);
g. Citraan kinaestetik “Kinaestetik” (gerak), dan
h. Citraan organik.
3. Kata konkret
Kata konkret adalah kata yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud membangkitkan imaji pembaca. (dalam Jabrohim, dkk., 2003: 41)
Contoh: gadis kecil berkaleng kecil.
Lukisan tersebut lebih konkrit dibanding dengan: gadis peminta-minta.
4. Bahasa figuratif
Bahasa figuratif (figurative language) oleh Waluyo disebut pula sebagai majas. Pradopo menyamakannya sebagai bahasa kiasan. Istilah lain di dalam bukunya Tarigan adalah gaya bahasa.
Dalam retorika gaya bahasa dikenal dengan style. Kata style diturunkan dari kata Latin Stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin (Keraf, 2010: 112).
Menurut Sudjiman bahasa figuratif adalah bahasa yang menggunakan kata-kata yang susunan dan artinya sengaja disimpangkan dari susunan dan artinya yang biasa dengan maksud mendapatkan kesegaran dan kekuatan ekspresi.
Macam-macam bahasa figuratif
a. Simile
Simile adalah jenis bahasa figuratif yang menyamakan satu hal dengan hal lain yang sesunggunya tidak sama. Simile ditandai dengan penggunaan kata-kata pembanding: bagai, sebagai, bak, seperti, seumpama, laksana, serupa, selaksa, dsb.
Contoh:
Engkau bagai pelita dalam gelap
b. Metafora
Metafora adalah bentuk bahasa figuratif yang membandingkan sesuatu hal dengan hal lainya yang pada dasarnya tidak serupa.
Metafora ialah perbandingan yang implisit jadi tanpa kata seperti atau sebagai dan lainnya yang di antara dua hal yang berbeda (Moeliono dalam Tarigan : 15).
Contoh:
Orang itu buaya darat (asalnya: orang itu seperti buaya darat)
Pemuda bunga bangsa (asalnya : pemuda adalah seperti bunga bangsa)
c. Personifikasi
Personifikasi atau penginsanan ialah jenis bahasa figuratif yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak.
Contoh:
Angin yang meraung
Mentari mencubit wajahku
5. Verifikasi
Verifikasi meliputi rima, irama dan metrum
Ritma (irama) : turun naik, panjang pendek, keras lembut bunyi bahasa yang teratur.
Rima : bunyi akhir sajak
Metrum: irama yang tetap, terpola menurut pola tertentu.
6. Tipografi
Tipografi atau disebut juga dengan tata wajah merupakan bentuk-bentuk susunan kata, frasa ataupun kalimat pada puisi. Dengan kata lain tipografi adalah susunan baris puisi.
7. Sarana Retorika
Sarana retorika adalah muslihat pikiran. muslihat pikiran itu berupa bahasa yang tersusun untuk mengajak pembaca berpikir. (Jabrohim, dkk., 2010: 57)
B. Unsur Batin Puisi
Menurut Waluyo struktur batin puisi mencakup tema, perasaan penyair, nada atau sikap penyair terhadap pembaca, dan amanat.
Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran pengarang. Sesuatu yang menjadi pikiran tersebut dasar bagi puisi yang diciptakan oleh penyair.
Perasaan penyair, yaitu sesuatu yang dirasakan penyair ketika mencipta puisi. Seperti rasa iba, benci, sayang, syahdu, dll.
Nada adalah sikap penyair kepada pembaca. Misalnya menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, dsb.
Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi, atau efek suasana yang ditimbulkan oleh puisi tersebut terhadap pembacanya.
Amanat berkaitan dengan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisi. Jadi, setiap penciptaan puisi, ada pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh pengarangnya.
Amanat berbeda dengan tema, dalam puisi teman berkaatan dendan arti, sedangkan amanat berkaitan dengan makna karya sastra.
Referensi:
Hasanuddin. 2012. Membaca dan Menilai Sajak. Angkasa: Bandung
Jabrohim, Chairul Anwar, dan Suminto A. Sayuti. 2003. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka utama.
Prdopo, Rachmat Djoko. 2012. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sadikin, Mustofa. 2010. Kumpulan Sasta Indonesia. Jakarta: Gudang Ilmu.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Ankasa.
Di media online, orang seperti berlomba-lomba menunjukkan taringnya dengan menulis. Ada yang menulis puisi, cerpen, cerbung, dsb. Ini merupakan salah satu sisi positif internet, orang bisa bebas berkreasi.
Pada gilirannya, sastra yang merajalela di dunia maya tadi, kini disebut sebagai cybersastra atau sastra cyber, yaitu sastra turunan yang berevolusi melalui jejaring internet.
Tentu tidak semua orang bisa membuat puisi. Karena sejatinya puisi memiliki syarat-syarat khusus. Meskipun banyak di antara mereka yang pandai merangkai kata dalam bentuk kalimat-kalimat kenes, maka itu belum tentu termasuk puisi, yang walaupun sudah masuk pula ciri-ciri puisinya.
Baca Juga: Unsur-Unsur CerpenBerbicara soal puisi, kita pun perlu tau apa sih sebenarnya puisi itu. Maka, mari disimak pengertian puisi dan unsur-unsur pembentuk puisi pada sajian berikut ini.
Pengertian Puisi
Puisi adalah karangan yang terikat oleh (1) banyaknya baris dalam tiap barit (kuplet, stupa, suku karangan); (1) banyak kata dalam tiap baris: (3) banyak suku kata dalam tip baris; (4) rima; dan (5) irama. (Wirjosoedarmo dalam Pradopo, 2012: 5).
Pada perkembangannya pengertian tersebut sudah tidak sesuai dengan wujud puisi zaman sekarang. Sehingga muncullah berbagai pengertian tentang puisi dalam versi baru. Seperti misalnya Sahnom Ahmad mengumpulkan definisi-definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris. Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.Wordwort mempuny gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Lalu Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur baur, sedangkan Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkrit dan artistik dalam bahasa emosional dan berirama. (dalam Pradopo, 2012: 6).
Unsur-Unsur Pembentuk Puisi
Pusi dibentuk oleh dua unsur yaitu unsuk fisik dan unsur batin.
A. Unsur fisik Puisi
Unsur fisik puisi terdiri atas:
1. Diksi
Prof. Gory Keraf menyebut diksi sebagai pilihan kata. lalu beliau membuat tiga kesimpulan tentang diksi. Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengetian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan di suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkah oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. (Keraf, 2010: 24)
2. Pengimajian
Citra atau Imaji (image) adalah gambaran angan-angan, gambaran pikiran, kesan mental atau bayangan visual dan bahasa yang menggambarkannya. Sedangkan citraan (imagery) adalah cara membentuk kesan mental atau gambaran sesuatu. Sehingga pencitraan atau pengimajian adalah hal-hal yang berkaitan dengan citra ataupun citraan. (Jabrohim, 2003: 36)
Situr Situmorang membedakan citraan atau pengimajian menjadi:
a. Citraan visual (pengelihatan);
b. Citraan auditif (pendengaran);
c. Citraan artikulatori (pengucapan)
d. Citraan olfaktori (penciuman);
e. Citraan gustatori (kecapan);
f. Citraan taktual (perabaan/perasaan);
g. Citraan kinaestetik “Kinaestetik” (gerak), dan
h. Citraan organik.
3. Kata konkret
Kata konkret adalah kata yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud membangkitkan imaji pembaca. (dalam Jabrohim, dkk., 2003: 41)
Contoh: gadis kecil berkaleng kecil.
Lukisan tersebut lebih konkrit dibanding dengan: gadis peminta-minta.
4. Bahasa figuratif
Bahasa figuratif (figurative language) oleh Waluyo disebut pula sebagai majas. Pradopo menyamakannya sebagai bahasa kiasan. Istilah lain di dalam bukunya Tarigan adalah gaya bahasa.
Dalam retorika gaya bahasa dikenal dengan style. Kata style diturunkan dari kata Latin Stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin (Keraf, 2010: 112).
Menurut Sudjiman bahasa figuratif adalah bahasa yang menggunakan kata-kata yang susunan dan artinya sengaja disimpangkan dari susunan dan artinya yang biasa dengan maksud mendapatkan kesegaran dan kekuatan ekspresi.
Macam-macam bahasa figuratif
a. Simile
Simile adalah jenis bahasa figuratif yang menyamakan satu hal dengan hal lain yang sesunggunya tidak sama. Simile ditandai dengan penggunaan kata-kata pembanding: bagai, sebagai, bak, seperti, seumpama, laksana, serupa, selaksa, dsb.
Contoh:
Engkau bagai pelita dalam gelap
b. Metafora
Metafora adalah bentuk bahasa figuratif yang membandingkan sesuatu hal dengan hal lainya yang pada dasarnya tidak serupa.
Metafora ialah perbandingan yang implisit jadi tanpa kata seperti atau sebagai dan lainnya yang di antara dua hal yang berbeda (Moeliono dalam Tarigan : 15).
Contoh:
Orang itu buaya darat (asalnya: orang itu seperti buaya darat)
Pemuda bunga bangsa (asalnya : pemuda adalah seperti bunga bangsa)
c. Personifikasi
Personifikasi atau penginsanan ialah jenis bahasa figuratif yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak.
Contoh:
Angin yang meraung
Mentari mencubit wajahku
5. Verifikasi
Verifikasi meliputi rima, irama dan metrum
Ritma (irama) : turun naik, panjang pendek, keras lembut bunyi bahasa yang teratur.
Rima : bunyi akhir sajak
Metrum: irama yang tetap, terpola menurut pola tertentu.
6. Tipografi
Tipografi atau disebut juga dengan tata wajah merupakan bentuk-bentuk susunan kata, frasa ataupun kalimat pada puisi. Dengan kata lain tipografi adalah susunan baris puisi.
7. Sarana Retorika
Sarana retorika adalah muslihat pikiran. muslihat pikiran itu berupa bahasa yang tersusun untuk mengajak pembaca berpikir. (Jabrohim, dkk., 2010: 57)
B. Unsur Batin Puisi
Menurut Waluyo struktur batin puisi mencakup tema, perasaan penyair, nada atau sikap penyair terhadap pembaca, dan amanat.
Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran pengarang. Sesuatu yang menjadi pikiran tersebut dasar bagi puisi yang diciptakan oleh penyair.
Perasaan penyair, yaitu sesuatu yang dirasakan penyair ketika mencipta puisi. Seperti rasa iba, benci, sayang, syahdu, dll.
Nada adalah sikap penyair kepada pembaca. Misalnya menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, dsb.
Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi, atau efek suasana yang ditimbulkan oleh puisi tersebut terhadap pembacanya.
Amanat berkaitan dengan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisi. Jadi, setiap penciptaan puisi, ada pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh pengarangnya.
Amanat berbeda dengan tema, dalam puisi teman berkaatan dendan arti, sedangkan amanat berkaitan dengan makna karya sastra.
Referensi:
Hasanuddin. 2012. Membaca dan Menilai Sajak. Angkasa: Bandung
Jabrohim, Chairul Anwar, dan Suminto A. Sayuti. 2003. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka utama.
Prdopo, Rachmat Djoko. 2012. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sadikin, Mustofa. 2010. Kumpulan Sasta Indonesia. Jakarta: Gudang Ilmu.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Ankasa.
Post a Comment for "Unsur-Unsur Pembentuk Puisi"
"Berkomentarlah dengan santun dan bermartabat."